Kamis, 26 Februari 2009

Pameran Ifina dan Problematika Keraguan

Saya tidak dapat berfikir secara jernih, ketika beberapa rekan bauyer bersama-sama tiarap untuk menunggu kemungkinan berakhirnya krisis ekonomi. Wah sungguh menegangkan semua menyatakan hampir tidak mampu bertahan, hampir kolap, lenggek-lenggek, dan bentuk keluahan yang luar biasa. Beberapa bulan yang lalu saya diundang untuk berbicara masalah yang terjadi pada krisis global ini, saya mempridiksi akhir 2009 aka berakhir, saat ini masyarakat dunia baru saat berhati-hati menggunakan uangnya dalam membelanjakannya. Apakah ini sebuah malapetaka yang benar akan terjadi, sesungguhnya kalau kita kembali kepadanya bahwa manusia adalah makluk biasa yang tidak lepas dari rasa lupa. Sehingga menurut saya krisis baru akan terlupakan pada pertengah tahun 2010, dan sifat manusia pastinya memiliki kebersamaan untuk menyelasaikan persoalan dalam hidupnya. Terus bagamana nasib Iffina Jakarta pada bulan Maret nanti, apakah akan batal kepersetaannya, atau maju terus, atau minta diskon yang maksimal atau bagaimana. Tentu hal ini tidak lepas dari apa yang kita sebut kebersamaan. Kebersamaan memerangi krisis tentu menjadi sangat penting, ibarat sapu lidi jika berjuang sendiri akan mudah dipatahkan, namun jika ia, kita, kami bekerja bersama lihat ke depan untuk kesejahteraan, maka lambat laun akan selesai.
A. Apakah Krisis masih Menghantui Masyarakat Pengrajin
Saya sendiri rupanya krisis itu seperti apa belum tahu, apakah berwarna hijau, kuning, apa seperti kuntilanah, atau mirip munyuk, bentuk itu tidak pernah saya leihat, namun hanya dapat dirasakan. Tidak menusuk terus keluar darah atau mencubit yang mengakibatkan jenthol di kulit. Wah pokoke embuh.... yang pasti dampak fisik yang kelihatan hanyalah muka-muka muram akibat tidak ada pekerjaan. Lho kok jadi begini, krisis yang bentuknya tidak ada membuat orang kehilangan pekerjaan, apakah seperti buble surat berharga yang yang selalu digelembungkan oleh para demit-demit di waltstreet Amerika sana ya. Saya tak pernah tahu polah tingkah negara adidaya yang ternyata gatotkaca (gagal total kakean cocot) itu. Masyarakat Barat terutama Amerika yang konon selalu mengganti intriornya setiap tiga bulan sekali menjadi terpuruk tak berdaya. wis ngantuk teruske sesuk....

Kamis, 05 Februari 2009

Dampak Krisis Global Seni Kerajinan

Dampak Krisis Global Seni Kerajinan
Bentangan harapan untuk menggapai kesejehteraan masa kini begitu kelabu, tahun 2008-2009 merupakan situasi yang jauh dari harapan. Harapan akan pulihnya krisis global pada pertengahan 2009 dirasa makin sempit. Seni kerajian menjadi tertekan manakala gegeran wacana publik tentang dibatalkannya pameran Madrid Fair 2009 di Spanyol yang konon kabarnya memang nyata. Pada hal sejak pertengahan 2004 Spanyol sebagai salah satu tujuan ekspor seni kerajinan dari Yogyakarta, sehingga pada tahun 2005 mampu menyaingi importer dari negara-negara eropa lainnya. Sunggur fantastis nilai ekspor yang ditunjukan pada ritme pembelanjaan seni kerajinan yang mencapai 3000 USD. Namun apa dikata kesedian ini tetap muncul sebagai komodite publik yang diwacanakan oleh para pembawa berita.
Tetapi apakah benar kondisi dan situasi dunia demikian, jangan-jangan hanya betul pembawa berita itu hanya ingin meraup keuntungan disaat krisis itu. La...wong Amerika sebagai penyebab krisis dan telah disuntik dana yang mencapai 700 biliun USD kok belum bangun ya, sentimen publik atas fluktuasi moneter juga masih kacau, para tamu yang datang ke Yogyakarta juga agak enggan membeli produk yang sembarangan, mereka begitu selektif dan benar-benar perhitungan atas barang kerajinan yang diberinya.
Tetapi yang aneh adalah terjadinya penurunan pada tingkat wholesaler ternyata berbanding terbalik dengan retailer. Banyak pembeli besar yang menurun sementara pembeli yang kecil justru terjadi peningkatan. Ada saran untuk menggali pasar lokal, namun biaya pengiriman ke Batam saja dua kali lebih mahal jika kita bandingkan dengan mengirim ke Australia......hehe aneh ya.