Kamis, 07 Mei 2009

Penciptaan Seni Kriya dalam Ranah Suvenir

A. Pendahuluan
Terima kasih kepada panitia penyelenggara sebab penulis diberi kesempatan pada hari ini untuk bertukar pikiran dengan para guru sekolah menengah pertama. Dalam kesempatan ini penulis sampaikan bahwa pola pengajaran pendidikan pada tingkat pertama selalu dimulai dengan bentuk-bentuk pembelajaran bersifat mendasar. Sebab pengetahuan seni tentu dikaitkan dengan selera orang per-orang yang deisebut dengan rasa seni atau art test. Ada orang yang dengan cepat dapat menyesuaikan dengan kreteria basig design dalam estetika, ada pula yang susah untuk segera menyesuaikan dengan rasa seni itu, namun bahkan ada yang pas dengan cita rasa seni itu, yakni dengan hasil kreatifitas yang luar biasa. Kepekaan meilihat, merasakan, mewujudkan dan mengapreasikan menjadi momentum yang baik dalam menelusuri kreatifitas. Oleh karena itu pembuatan suvenirpun dalam tataran tertentu juga harus memperhitungkan bagaimana sebuah suvenir hadir untuk menjawab tantangan konsumen yang meginginkannya. Jika dalam membuat suvenir diperhitungkan dengan baik, maka akan segera terakomodasi sebagai produk yang siap dikonsumsi masyarakat.
Dalam pembuatan suvenir memang belum ada aturan pembantasan secara khusus, sebab suvenir itu umumnya berukuran kecil. Sebagai barang yang diapakai sebagai kenang-kenangan , tanda mata, cenderamata, atau apalah yang sifatnya memeberikan bentuk pengingatan akan suatu peristiwa atau telah berkunjung pada suatu tempat dan lain sebagainya. Oleh karena itu umumnya suvenir berukuran kecil agar mudah dibawa oleh orang yang menginginkan atau diberi sebagai produk pengingat agar terkenang terus ketika suatu hari melihat produk itu. Kenangan itu akan hadir manakala telah datang rentang waktu atau masa sesudahnya dan berefek pada pelamunan akan peristiwa yang diwakili oleh suvenir itu. Sungguh merupakan kenangan yang menarik, yang menyedihkan, mengharukan atau bahkan menjengkelkan. Namun peristiwa adalah bentuk kenangan yang telah menjadi sejarah akan peristiwa lampau yang saat ini situasinya berbeda. Untuk itu kenangan pada umumya adalah kenangan yang manis agar menumbuhkan gairah kesenangan baru ketika menikmati suvenir itu.
Baiklah dalam kesempatan ini seni kriya diciptakan sebagai suvenir diharapakn sebagai bagian penting dalam proses pembelajaran. Dalam dunia pendidikan seni sampai saat ini belum diberikan porsi yang layak dalam kurikulum di Indonesia, sehingga porsi dan posisi pembelajaran seni senantiasa dirasa masih belum berpihak alias kurang, padahal seni merupakan pembentuk dasar kepekaan seseorang akan kehalusan, keunikan, dan estitika. Beberapa Negara maju telah memposisikan seni sebagai pra-empiris untuk membentuk rasa kehalusan jiwa, sehingga kepekaan akan esteika dapat diterapkan atau terbawa ke berbagai bidang kegiatan yang mereka geluti.
Sementara di Indonesia sebagai Negara berkembang kegiatan seni dalam hal ini seni kerajinan pada kenyataanya banyak mengandalkan pada ketrampilan tangan. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat pengrajin yang tersebar di beberapa sentra seni kerajinan yang berkembang di Indonesia. Kandungan nilainya tambahnya adalah nilai seni dan keunikannya dari olah ketrampilan tangan. Orang asing sering menyebut dengan keunikan Asia, seni yang berciri khas dan bersumber inspirasi benda-benda budaya timur (ancient art). Karena bermula dari seni tradisi, maka terdapat anggapan persoalan kreatifitas hanya terbentuk dari daya peniruan atas seni tradisi tanpa ada perubahan. Jika hanya bentuk pengulangan yang terus menerus menjadi hambar nilai kreatifitasnya, bahkan dikawatirkan dianggap primitive. Tampaknya jenis seni apapun yang berhasil dengan daya kreatifitas dan inovasinya akan segera terapresiasi penggemarnya tanpa mempertimbangkan primitive, modern, atau tradisi.
Nah dengan demikian dalam pembuatan suvenir perlu adanya sebuah pengetahuan dalam bidang seni kriya agar pembuatan suvenir memiliki daya tarik tersendiri bagi calon pemakainya. Perhitungan dan pertimbangan dalam membuat suvenir perlu diberikan rambu-rambu yang baik agar suvenir yang diciptakan memiliki kreteria sebagai suvenir yang unik dan menarik. Kemenarikan itu akan terpancar pada sisi karakter yang terdiri dari daya kreatifitas, pemilihan bahan, bentuk, finishing, dan ide yang original. Didukung dengan pola produksi dan pola pasar, maka akan tercipta suvenir yang “bagus”. Arti bagus disini menurut penulis sangat relative, bisa bagus karena bentuknya yang unik bagi pada perasaan pembuatnya, bagus karena cepat laku, atau bagus karena menjuarai pada lomba suvenir. Bagus dan tidak tentunya tergantung pada kandungan esteis, makna, dan tentunya test seni. Jika suvenir telah dijadikan mata pencaharian, maka bagus itu adalah cepat laku, jika sebagai koleksi pribadi bagus karena ia suka, dan lain sebagainya. Namun dalam persoalan ini pembekalan pengetahuan bagi para guru tentu dimulai dari bagaimana membuat produk agar supaya bagus dalam arti kreteria telah terpenuhi yakni bagaimana menggugah daya kreatifitas anak didik agar dapat mau untuk membentuk seni dari hasil pengamatan yang ada disekitarnya dan dijadikan seuatu yang bermanfaat.
Nah bagaimana membuat seni kriya dalam ranah suvenir ini menjadi bagus, maka penulis mencoba untuk membuat beberapa masukan agar dapat dipakai sebagai pengetahuan dalam membentuk suvenir. Bukan saja membuat suvenir yang dilihat dari sisi basig design melalui bentuk saja, namun perhitungan tentang budaya, bahan, produksi, dan marketnya memegang peran sangat penting. Hal ini agar anak didik memiliki gambaran holistic apa fungsi dari suvenir secara utuh.
B. Pemilihan Bahan
Indonesia memiliki keunikan bahan baku yang dapat dieksplorasi menjadi produk yang memiliki nilai tambah melalui sentuhan kreatifitas. Bahan mentah atau row material di Indonesia banyak diekspor tanpa kita tahu kegunaan selanjutnya, seperti bijih besi, rotan, kapur, dan lain sebagainya. Tentu dibutuhkan manusia-manusia yang memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi sebuah bahan yang melimpah dan tampak tidak berguna itu diubah menjadi sesuatu yang memiki nilai lebih, sehingga memiliki daya jual yang lebih baik dari pada row material yang ada. Salah satunya dibentuk menjadi barang seni kriya. Kepekaan terhadap bahan yang ada di alam sangat diperlukan, semisal sebuah daun kering yang kemudian ditekok, dilipat, dan dilem menjadi sebuah bunga yang menarik. Sepotong kayu bakar yang kemudian diberi sentuhan guratan, dan diberi tulisan dapat dibuat sebuah suvenir yang berfungsi sebagai gantungan kunci.
Kepekaan melihat dan mengamati bahan yang ada disekitar kriyawan menjadi hal yang perlu ditekankan bagi anak didik kita. Siswa diajari bagaimana melihat suatu bahan yang tampak tidak berguna itu menjadi sesuatu yang bermanfaat. Dengan cara demikian kreatifitas anak didik akan terus terasah untuk memanfaatkan bahan itu, dalam bahasa Jawa “reko-reko” dengan rekaannya pasti memunculkan sesuatu yang berbeda dari asal mula bahan sebelumnya. Dengan demikian bahan baku tidak harus dibeli dari toko, atau impor dari luar negeri. Eksplorasi bahan sendiri memiliki keuntungan yang luar biasa, sperti bahan tidak usah beli sehingga menekan cost produksi dan pasti jika dijual memiliki keuntungan lebih besar. Pertimbangan ini telah terbukti ketika krisis ekonomi tahun 1997 dimana sektor konglomerasi bangkrut karena semua atau sebagian besar bahannya import dari manca Negara. Oleh karena harga bahan impor dan saat itu ternyata harganya melambung tinggi, sehingga harga jualnya tidak sebanding dengan cost produksinya. Bahkan pasar yang dituju ternyata pasar local, yakni dalam negeri yang juga sedang krisis saat itu. Bahan yang didapat dari lokal saat krisis itu mampu bertahan sebagi contoh maraknya order kepada sentra seni kerajinan kayu Jepara, Keramik Kasongan, Sebatu Tegalalang Bali, mereka taun 1997 meraup keuntungan yang luar biasa karena salah satunya berbahan lokal.
Sekali lagi pemilihan bahan bagi para pembuat suvenir pemula penting sebagai penggugah kreatifitas. Mereka dapat membayangkan akan dibentuk seperti apa bahan itu, misalnya bahan berupa tanah liat maka dibuatlah seni kerajinan keramik, kayu dapat dibuat seni kriya suvenir dalam kerajinan kayu, bebatuan maka dapat dibentuk patung, jika berupa powder maka dapat dibentuk dengan menggunakan bahan katalisator seperti semen atau lem. Katalisator tersebut dapat menguatkan powder dan bersifat keras setelah pembentukan selesai. Jika bahan yang ditemui dedaunan maka dapat dibentuk bunga-bungaan atau bentuk lain yang memiliki keunikan tersendiri. Bahkan lumpur Lapindo yang jutaan kubik itu dapat dimanfaatkan untuk membuat seni kerajinan keramik, patung, atau suvenir apapun dengan cara dibakar, ditambah semen, resin dan lain sebahgainya. Nah kepekaan mengolah bahan ini menjadi penting untuk membuat sebuah produk suvenir yang memiki karakter bahan lokal.
C. Sumber Inspirasi
Sumber inspirasi adalah ilham yakni sebuah bentuk tertentu untuk memancing sebuah kreatifitas terhadap penentuan sebuah tindakan atau membuat sesuatu. Sebagai sebuah angan-angan yang muncul dari hati, bisikan hati, atau sesuatu yang menggerakan hati untuk mencipta, bahkan bisikan dari tuhan seperti para Nabi. OLeh karena itu sumber inspirasi adalah awal munculnya angan-angan untuk membentuk sebuah suvenir yang didapat dari pancingan sumber itu. Tindakan kreatifitas diawali dengan sumber yang didapat dari sebuah bentuk yang ada baik yang berupa artefak sejarah, simbol penting dari sebuah ciri wilayah dan lain sebagainya. Upaya penciptaan itu dilandasi dengan angan-angan bahwa sebuah suvenir memiliki daya pikat dan daya kenang yang kuat dari sebuah bentuk sumber inspirasi yang dipilih. Pemilihan sumber tentu diperhitungkan sebagai salah satu image dengan mengambil sumber inspirasi lambing kota, wilayah, cerita-cerita mitos, dan lain sebagainya. Ciri khas inilah yang membuat suvenir menjadi berharga.
Budaya sebagai sumber inspirasi dalam penciptaan suvenir penting terutama yang berhungan dengan bentuk suvenir berkaitan dengan pariwisata. Pemerintah daerah pada umumnya mengupayakan bentuk-bentuk suvenir yang khas daerahnya. Surabaya memiliki banyak artefak budaya yang dapat dieksplorasi sebagai sumber inspirasi pembentukan barang suvenir. Peninggalan yang sifatnya masa lampau seperti artefak Kerajaan Majapait, bahkan cerita Sura dan Baya yang melegenda sebagai mitos yang akrap ditelinga masyarakat Surabaya sebagai cerita awal munculnya kota Surabaya. Bentuk-bentuk itu dapat dieksplorasi dengan media bahan yang telah dipilih sebagai bahan pembuat suvenir. Kegiatan pariwisata di Surabaya sebagai bentuk upaya pemerintah daerah dalam menggalakan kunjungan wisata. Wisatawan menginginkan bentuk kenangan yang berkhas Surabaya. Dengan demikian diperlukan upaya-upaya eksplorasi bentuk-bentuk simbol umum yang dapat memberikan image pada wisatawan tentang Surabaya. Hal ini sesuai dengan program pemerintah tentang upaya percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Bentuk-bentuk lain tentu juga menjadi pertimbanagn manakala sebuah suvenir dipesan dengan desain dari pemesan seperti logo pertamina, logo sebuah merk dagang tertentu, dan lain sebagainya. Simbol itu kemudian digarap dengan daya kreatifitas seorang pembuat suvenir sehingga memenuhi kreteria yang diinginkan konsumen. Lain lagi ketika suvenir itu dibentuk bukan atas permintaan dari para pemesan yakni suvenir yang ciptakan dari kreasi sendiri yang berinpirasi dari angan-angan yang tidak begitu jelas tetapi karakter bahan lebih ditonjolkan. Jika suvenir itu diproduksi secara masal dalam suatu desa atau wilayah, maka jenis inipun lambat laun menjadi ciri khas daerah itu. Oleh karena itu simbol yang ada di sebuah wilayah dapat ditentukan dari seberapa besar nelai kepentingan dan impresi yang dimunculkan dan simbol, artefak maupun hasil dari angan-angan itu.
D. Fungsi Suvenir
Kombinasi pemilihan bahan dan pemilihan sumber inspirasi sangat penting dalam membekali anak didik dalam memahami pada suvenir yang dibuat dengan tujuan tertentu. Artefak dan simbol wilayah adalah penting sebagai dasar pembentukan suvenir yang dikonsumsi oleh para wisatawan, tamu Negara, atau tamu pribadi yang sengaja berkunjung. OLeh karena itu bentuk selalu berubah sesuai dengan kebutuhan. Tujuan dibuat suvenir pada umumnya di peruntukkan:
Suvenir pemenuh kebutuhan pariwisata
Suvenir untuk kebutuhan acara pernikahan
Suvenir untuk kebutuhan acara peresmian
Suvenir untuk acara promosi
Suvenir untuk acara kunjungan
Suvenir untuk acara pertemuan ilmiah
Suvenir untuk ulang tahun
Dan lain sebagainya.
Kebutuhan suvenir untuk pariwisata di beberapa wilayah tujuan kunjungan wisata telah hadir berbagai bentuk suvenir. Bahan dan bentuknya telah beraneka ragam, seperti berbahan kerang, kayu, logam, bahkan testile seperti kaos oblong dan lain sebagainya. Mereka menawarkan berbagai suvenir ini untuk dikonsumsi wisatawan yang berkunjung di sana. Suvenir yang sering menjadi primadona oleh para pengrajin adalah suvenir yang dipakai dalam upacara pernikahan. Suvenir ini memiliki pangsa yang luar biasa sebab pada bulan-bulan tertentu pada masyarakat Jawa misalnya banyak acara pernikahan yang memerlukan suvenir. Sentra-sentra industri suvenir pada bulan tertentu itu banyak diserbu oleh para pasangan muda yang akan menyelenggarakan pernikahan. Hanya sayangnya beberapa tahun ini produk-produk Cina mendominasi dipasar Indonesia dengan harga yang relative murah dan berteknologi tinggi seperti “ceklikan kuku”, sisir dan kaca, bola berlampu dan lain sebagainya, sehingga produk lokal mengalami penurunan omset produksi.
Untuk acara peresmian, promosi, pertemuan ilmiah, dan lain sebagainya tentu menggunakan bentuk yang sesuai dengan program kegiatan itu. Oleh karena itu bentuknya mengikuti apa yang sedang di upacarakan. Suvenir seperti ini juga jumlah dan macam bahannnya bervariasi, namun karena untuk pemenuhan modernisasi sebuah promosi, maka umumnya menggunakan material yang lebih modern seperti logam, resin bening dan lain sebagainya. Nilai luxurious dikedepankan sebagai image yang baik untuk mengangkat produk yang sedang dipromosikan.
E. Teknik Produksi
Teknik Produksi dalam membuat suvenir mengikuti produk seperti apa yang akan dibuat, bahan apa, dan finishing seperti apa. Oleh karena produk suvenir umumnya berukuran kecil, mudah dibawa, dan jumlahnya banyak, maka perlu peralatan yang tidak saja mengandalkan kehalusan ketrampilan tangan, namun agar ukuran dan stabilisasi bentuk tercapai maka upaya modernisasi dengan percepatan produksi, oleh karenaya upaya pembentukan dengan mesin dilakukan. Hasil akhir sentuhan tangan perlu dikedepankan terutama untuk produk suvenir yang memiliki keunikan terutama pada karakter pada ketrampilan tangan. Pengetahuan dan pemahaman produksi dalam pendidikan ditekankan pada system yang sederhana dan mudah, tidak sulit dan terjangkau. Bagi anak didik, bentuk-bentuk yang sederhana itu sebagai upaya untuk mamancing kreatifitas. Pada umumnya kreatifitas dalam persoalan produksi akan terbentuk ketika telah menemui berbagai persoalan pekerjaan yang mengharuskan pada penyelesaian tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat management.
Perjalanan penciptaan diawali dari pemilihan bahan, sumber inspirasi, sketsa, detail gambar, perwujudan, finishing, dan pemasaran adalah hal-hal yang saling berkaitan. Pengetahuan ini sangat penting, sebab dalam produksi harus berimbang dengan bagaimana kesediaan bahan, dan kemampuan pasar menerima produk suvenir itu. Suvenir akan berhasil apabila terlah ada wujud sesuai dengan kaidah desain yang ada, apalagi jika telah laku dijual. Pengetahuan tentang urusan memproduksi dan berjualan, selanjutnya dapat membekali anak didik menjadi seorang entrepreneur dalam bidang pembuatan seni kriya, terkhusus pada bisnis pembuatan suvenir. Dengan demikian kreatifitas mereka terbangkitkan yang akan memberi efek eksplorasi pada tindakan lain yang lebih bermanfaat.
Kegiatan memancing kreatifitas adalah bagian dari kewirausahaan, produktifitas, dan upaya managerial yang baik akan membentuk sebuah usaha yang madiri. Kemandiriannya akan ditentukan oleh kesetabilan berproduksi dan bagaimana upaya memasarkan produk. Umumnya mereka menemui peningkatan yang luar biasa, namun kurangnya kegigihan dan pengaturan proses produksi maka mereka mulai bosan, kualitas turun, dan akhirnya bangkrut. Apalagi menggunakan system management yang ala kadarnya pastilah tidak akan bertahan lama. Oleh karena itu, ada dua usaha yang harus dipertahankan yakni upaya ke luar dan upaya ke dalam. Upaya ke luar adalah bagimana menjaga para pelanggan untuk terus menggunakan produknya. Dan upaya ke dalam bagaimana meningkatkan produktifitas yang berkaitan dengan supplier, tenaga kerja, dan “tetek bengek” persoalan yang ada dalam system produksi yang sering memusingkan kepala. Belum lagi jika ada pelanggan yang ngutang, atau karyawan yang ingin pinjam uang, dan lain sebagainya.
F. Sistem Regenerasi
Penulis sering dihadapkan pada persoalan regenerasi pada sentra seni kerajinan. Umumnya generasi baru tidak mau melanjutkan usaha orang tuanya, seperti yang terjadi pada industri kerajinan keramik di Godean Sleman Yogyakarta, anak-anak mereka lebih senang bekerja di perkotaan sebagai buruh pabrik tekstile, penjaga toko, buruh bangunan, dan lain sebagainya. Mereka lupa ketika ia sekolah dibiayai dengan seni kerajinan keramik yang dibuat oleh orang tuanya. Ada anggapan usaha orang tuanya “tidak keren”, ndeso, dan tidak modern. Dengan demikian tinggallah orang tua yang renta tetap membentuk seni keramik itu, sementara generasi mudanya pergi ke kota yang belum tentu memiliki prospek yang baik.
Dalam persolan ini, tentu pendidikan yang diupayakan terhadap anak didik agar mencintai pada hasil kreatifitasnya. Jika telah mencintai kreatifitasnya mereka akan mengupayakan kreatifitas yang lain dalam membentuk jatidirinya. Karakter, keberanian, mengungkapkan kreatifitasnya menjadi point yang penting dalam upaya menumbuhkan keberanian. Memang tidak semudah apa yang ditulis di sini, namun paling tidak upaya membentuk anak didik itu menjadi fokus utama untuk meberikan karakter entrepreneurship sebagai bekal hidup mereka. Nah.. dengan demikian upaya memberikan “pangalembono” terhadap anak didik terus diberikan yang kemudian diberi kritikan yang berupa masukan agar keberanian membuat terus dilakukan tanpa takut mendapat celaan dari guru pengajarnya.
G. Penutup
Sebuah kreatifitas untuk mencipta mencipta souvenir patut memperhitungkan kemungkinan munculnya ide yang original. Tentu kita tidak dapat berharap semua siswa harus menggeluti suvenir sebagai jalan hidupnya, namun pembuatan suvenir sebagai upaya memancing kreatifitas siswa untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat dan bernilai seni. Pola pikir untuk membuat sebuah barang suvenir perlu pengetahuan bahwa sebuah suvenir memiliki latar belakang dan tujuan ke depan yang luas, yakni dimulai pemilihan bahan, sumber inspirasi, managerial, produksi, sampai pada bagaimana cara pemasaran, dan kreteria apa agar sebuah produk dapat disebut suvenir.
Bagi para guru dipersilahkan untuk mengupayakan pancingan kreatifitas terutama dalam membuat suvenir yang baik dan benar. Dalam kesempatan ini teman-teman guru sekalian akan membentuk sebuah produk berbahan gabus/stereophon, dengan pertimbangan gabus ringan, mudah didapat dan yang penting mudah dibentuk dan difinishing. Oleh karena itu pelaksanaan ini sebagai upaya untuk mengeksplorasi bentuk. Sementara sumber inspirasi dipersilahkan dapat mengakomodasi dari bentuk-bentuk artefak yang ada, symbol yang ada atau bahkan kreatifitas masing-masing. Produk yang dapat pula dilihat dari fungsinya seperti tempat pensil, asbak, tempat kunci dan lain sebagainya.
Demikian jika ada kekurangan penulis mohon maaf, terima kasih….