A.Pendahuluan
Pada kesempatan yang baik ini penulis menekankan pada persoalan seni kriya yang dikaitkan dengan seni kerajinan, sebab terdapat kerancuan atas keduanya, apalagi jika kita berbicara yang lebih lebar yakni seni rupa, sebab seni kriya dan seni kerajinan merupakan bagian dari ranting pohon seni rupa. Pemahaman tentang seni kriya maupun seni rupa dalam dunia kreatifitas mungkin berbeda namun subtansinya sama. Ruang lingkup seni kriya dan seni kerajinan ini sebenarnya telah menjadi harapan nasional terkait dengan eksplorasi kreatifitas berbasis pada melimpahnya sumber daya alam dan sumber daya manusia bangsa Indonesia, secara prinsip dapat menjawab persoalan seni rupa juga. Dalam hal ini untuk memberikan kejelasan tugas dan fungsi dari seni kriya dan seni kerajinan perlu serba sedikit penulis sampaikan sebagai dasar pemahamannya. Oleh kerena penulis adalah pelaku dalam bidang penciptaan seni kriya dan usaha seni kerajinan, maka penulis benyak menyampaikan pengalaman-pengalaman yang bersifat praktik.
Beberapa hari yang lalu seorang bule marah-marah dengan seorang pengrajin, pasalnya si pengrajin telah memproduksi barang sampelnya dan dipajang di depan rumah si pengrajinan yang difungsikan juga sebagai showroom. Si bule marah karena barang sampelnya takut terjiplak oleh pengrajin lain atau terbeli bule lain yang dikawatirkan merusak pasar si bule itu. Si pengrajin berdalih contoh terlalu lama tidak diambil dan tidak di-order, dari pada tidak laku mending dijual saja, kata si pengrajin. Pengrajin juga tahu bahwa desain milik si bule adalah hasil dari ia memfoto di suatu pameran, ia menganggap itu bukan original desain milik si bule. Sementara itu ada seorang yang datang dengan muka kusut, berpakaian lusuh, dan berambut gimbal sepertinya beberapa hari tidak mandi ia mengaku sebagai kriyawan, tampak juga ikut nimbrung dan kesal dengan si pengrajin dan si bule, pasalnya karya yang mereka persoalkan adalah karya ciptaan si kriyawan itu. Situasi menjadi rumit sebab si kriyawan juga tidak punya bukti jika karya itu rancangan dia. Mereka bertengkar mempersoalkan legal formalnya sebuah karya yang mereka perebutkan sebagai hak siapa. Mata rantainya kemudian dapat dilihat siapa yang rekoso(susah) dan siapa yang mulyo (enak) Kriyawan yang menghasilkan barang adalah sebagai kreator karya seni kriya yang mungkin tetap miskin, si pengrajin sebagai pereproduksi saja bisa jadi kaya, dan si bule salah satu pemegang pasar yang bisa kaya-raya. Kriyawan merasa kreatifitasnya tidak ada yang menghargai bahkan merasa dicuri, pengrajin senang karena mendapat order, dan si bule gembira sebab bisnisnya akan lestari manakala produk yang ditawarkan new design dapat diterima pasar dengan baik.
Pemahaman peran dan fungsi dari masing-masing elemen yang berkecimpung dalam dinamika seni kriya menemukan jalur jalan masing-masing sesuai dengan porsinya. Oleh karena itu nilai-nilai dalam seni kriya dapat diuraikan sebagai dasar pemahaman itu. Tentu persoalan yang rumit antara kriyawan, pengrajin, dan konsumen tidak akan terjadi jika ada kesadaran menempatkan diri dengan baik. Nilai-nilai seni kriya kemudian dapat dijabarkan dalam persoalan ketiga hal tersebut, apalagi seni kriya telah menjadi salah satu preoritas nasional dalam menumbuhkan sifat kreatif pada generasi muda melalui jalur edukasi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dorongan kreatifitas dalam mencipta seni kriya, dorongan untuk memberdayakan alam dan manusia dalam sebuah kegiatan usaha, dan tentu dorongan untuk membentuk jaringan pasar terhadap hasil kreatifitas itu agar berdaya guna diterima oleh para konsumen. Hal medorong inilah menjadi tugas kita bersama.
B.Seni Kriya
Sejalan dengan perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat, khususnya perkembangan seni rupa, batasan tentang seni kriya mengalami perubahan dan perkembangan. Bahkan batasan tersebut sering tumpang-tindih dengan bidang seni rupa murni dan disain. Penulis mencoba untuk memberi definisi secara umum tentang batasan seni kriya, yaitu salah satu bentuk produk seni rupa, fungsional atau non fungsional, yang mengutamakan pada nilai-nilai dekoratif dan kerja tangan dengan craftmanship tinggi, pada umumnya menggali nilai-nilai tradisi yang bersifat unik. Definisi ini tampaknya memberi longgar pada jenis produk yang dituju bisa lebih luwes, karena semua produk sejenis itu bisa terangkum dalam definisi ini, dari souvenir perkawinan sampai pada jenis patung yang berukuran besar. Berdasarkan definisi tersebut, maka kajian seni kriya dapat diperhitungkan lebih luas, tidak hanya diklasifikasikan dari aspek fungsinya saja, tetapi juga aspek lainnya. Tampaknya kekumplitan jangkauan seni kriya dapat menjadi lebih luwes dan menyeluruh, keunikan yang muncul dari gerak ornamentasi dan bentuk memberikan keunikan tersendiri terutama pada karakter setiap karya yang dihasilkan. Aspek estetika dengan tampilan tigadimensional maupun dua dimensional membawa kedalaman, efek, bentuk yang lebih visual dalam sebuah unsure relief ukiran, goresan ornamentasi memberikan kompleksitas teknologi dan material yang ternyata tidak terbatas. Memang kecenderungan saat ini adalah media bukan persoalan yang signifikan namun idea menjadi panglima dalam menciptakan sebuah karya seni kriya. Idea yang kreatif inovatif dengan mengangkat isu-isu yang sedang berkembang seni kriya mengikuti perkembangan zaman.
Seni kriya merupakan salah satu cabang seni rupa yang memiliki akar kuat, yakni nilai tradisi yang bermutu tinggi atau bernilai adhilung. Sebab pada masa lampau, para kriyawan keraton menghasilkan karya seni dengan ketekunan dan konsep filosofi tinggi memberikan legitimasi pada produk seni kriya tempo dulu. Konsep itu termasuk pola pikir metafisis yang mengandung muatan nilai-nilai spiritual, religius, serta magis. Kesadaran kolektif terhadap lingkungan alam, solidaritas yang tinggi dan didukung oleh tatanan budaya tradisional yang ternyata telah menghasilkan seni kriya yang berkualitas adhiluhung mencerminkan jiwa zaman. Seluruh kehidupan batin manusia yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan pada masa dari sebuah budaya berlangsung. Jiwa zaman ini memberikan letupan-letupan semangat berkarya pada masing-masing jiwa pendukungnya. Oleh karena itu ke-adhiluhungan-nya adalah sebuah karya yang kemudian diukur dari siapa pendukung dan siapa penikmatnya. Sebab pada zaman kerajaan membedakan strata masyarakat ningrat dan rakyat biasa, sehingga keduanya memiliki test (selera) yang berbeda dan secara formal maupun non formal rakyat ditabukan untuk memiliki atau memakai produk yang mirip dengan apa yag ada di keraton. Nah inilah yang kemudian membedakan sumber wilayah munculnya seni kriya yakni karya yang dihasilkan dari jeronbetèng (dalam keraton), jabanbetèng (luar keraton) dan bahkan pesisiran (pantai). Tentu adhiluhung selalu dikaitkan dengan apapun karya-karya yang berada di keraton, sebab memang karya-karya kriya yang berada di dalam keraton memiliki legitimasi tersendiri sehingga sangat di sakralkan dan diagungkan, maka banyak orang menganggap adhiluhung karena dari keraton. Lain halnya dengan karya yang dibuat oleh jaban keraton dianggap sebagai karya rakyat jelata yang bersifat profan dan tanpa memiliki makna yang luhur atau adiluhung itu. Maksud adhiluhung pada masa sekarang telah berbeda dengan adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan kerajaan lagi, maka pemerintah Indonesia melindungi bentuk-bentuk kebudayaan tradisi yang telah berakar kuat dan menjadi trademark daerah tertentu atau wilayah tertentu, yang memiliki ciri khas tersendiri sebagai bagian dari seni tradisi, misalnya seni ukir Jepara, seni batik Yogya-Solo, motif Dayak, keris, dan lain sebagainya. Artefac yang ada memiliki nilai tersendiri dari sebuah bagian dari kreatifitas lokal pada komonitas pengrajin maupun karya yang secara mentradisi berada dalam sebuah lingkup kerajaan. Dengan demikian adhiluhing juga memiliki kekuatan sebagai karya yang telah didukung oleh masyarakatnya.
Adapun pembedaan siapa pengguna dari produk kriya itu tergantung pada sebuah komonitas pengguna. Pertama adalah karya seni kriya yang dibuat sebagai pengabdian terhadap dewa-raja yang secara tekun dikerjakan agar kemakmuran dan kebahagiaan hidupnya terlindungi dengan memberikan/membuat karya yang baik, maka sang Dewa akan merasa senang dan memberikan ketentraman dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Kedua adalah pengguna dengan tingkat ekonomi lebih baik yang dapat mengapresiasi seni kriya itu menjadi bagian gaya hidup mereka akan trend seni, pastilah seni yang dihasilkan memiliki nilai yang tinggi, bahkan pada masa sekarang karya yang dikoleksi oleh orang “berduit” ini luar biasa nilainya dapat melampaui koleksi karya-karya yang dimiliki keraton. Ketiga pengguna pada strata menengah ke bawah, tentu mereka hanya mampu mengoleksi dan mengapresiasi yang menyesuaikan dengan tingkat ekonomi mereka, sehingga produknya pasti menyesuaikan dengan kemampuan kantongnya. Maka munculnya jenis seni rupa tradisi keraton pada masa lalu itu tentu lahir dari unsur strata kelas masyarakat yang di dasarkan pada kasta-kasta, kasta bendoro, priyayi, dan petani. Kasta bendoro lebih banyak berada di dalam keraton sehingga keraton memiliki tempat yang paling terhormat.
Karya seni kriya yang adhiluhung kemudian menjadi sangat sepesial bagi pihak keraton, sebab seni kriya jenis ini memiliki keunikan tersendiri atas sebuah karya yang diciptakan untuk persembahan kepada dewa-raja. Nilai pengabdian yang luar biasa yang dapat mempengaruhi seluruh hidup mati, kebahagiaan, kesengsaraan, kemakmuran, dan lain sebagainya. Ekspresi kepada dewanya inilah yang mampu menggetarkan hati si kriyawan untuk menciptakan karya terbaik. Ekspresi demikian tampaknya hadir dalam penciptaan seni kriya masa kini meskipun bukan berkarya untuk tuhannya, namun luapan jiwa untuk menghadirkan gubahan karya kriya menjadi pangikat semangat berkarya.
C. Seni Kerajinan
Kerajinan suatu hal yang rajin, kegiatan, kegetolan, barang yang dihasilkan melalui ketrampilan tangan. Umumnya barang kerajinan banyak dikaitkan dengan unsure seni, yang kemudian disebut seni kerajinan. Seni kerajinan adalah implementasi dari karya seni kriya yang telah diproduksi secara masal (mass product). Produk massal dilakukan oleh para pengrajin, terdapat kelompok-kelompok perajin sebagai home industry yang banyak berkembang di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini sebagai bagian ekonomi kerakyatan. Oleh pemerintah digolongkan pada UKM (Usaha Kecil Menengah). Pada krisis moneter 1998 UKM ini dianggap sebagai usaha yang dapat bertahan disaat terpaan krisis ketika itu. Karena, UKM berbasis pada bahan dan ketrampilan lokal, tetapi memiliki jangkauan pasar ekspor. Bahan dan tenaga kerja yang relative murah, serta perubahan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap uang asing terutama dolar America membuat produk manufaktur berbahan non import menjadi primadona dalam ekonomi rakyat yang mampu meraih kesuksesan ketika itu.
Ketrampilan tangan yang dimiliki oleh para pengrajin yang berkecimpung dalam bidang seni kerajinan menjadi bentuk usaha seni kerajinan, mereka membuat banyak mengandalkan ketrampilan tangan yang banyak dilakukan dalam bentuk usaha keluarga. Keahlian dan ketrampilan tangan umumnya didapat sejak lama, bahkan turun-temurun. Data BPS (Badan Pusat Statistik) sebagian besar usaha tidak berbadan hukum, serta umumnya berpendidikan dasar pada tahun 2003 berjumlah 9.774.940 orang atau sekitar 65 persen. Usaha keluarga ini kemudian mampu berkembang dengan baik manakala factor produksi dan pasar berjalan seiring seimbang. Munculnya sentra seni kerajinan karena adanya market yang selalu meminta tersedianya barang-barang seni kerajinan. Dengan demikian seni kerajinan akan tumbuh subur apabila terjadi interaksi antara seni kerajinan dan pasar yang berjalan seiring seimbang. Jika salah satu terjadi kemacetan maka sebuah sentra atau usaha itu akan berhenti. Tampaknya ini adalah hukum ekonomi yang harus dilalui. Oleh karena itu munculnya sentra pasti dibarengi dengan marketnya.
Seni kerajinan berkembang dengan baik pada beberapa wilayah di Indonesia, yang terwujud dalam tumbuhnya sentra-sentra seni kerajinan. Seperti sentra seni kerajinan Keramik Kasongan, sentra seni kerajinan tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Gamplong Sleman, sentra seni kerajinan bunga kering di Jodog Bantul, sentra kerajinan mebel Jepara, sentra kerajinan rotan di Jati Wangi Plumbon Cirebon, Trangsang Klaten, dan lain sebagainya. Wilayah sentra menjadi bentuk kegiatan UKM yang menggali dari potensi bahan dan ketrampilan lokal yang mampu menembus pasar luar negeri. Seperti yang diungkapkan oleh Soeharto Prawirokusumo, bahwa UKM mampu berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri dapat memperkuat struktur ekonomi nasional, merupakan tantangan besar yang harus diperjuangkan. Tantangan itu dipertimbangkan dengan adanya beberapa masalah yang berkembang dalam tubuh UKM dalam sentra seni kerajinan. Seperti pendanaan, manajemen, desain, dan pasar.
Memang persoalan itu sangat klasik bagi mereka, namun jika hal ini tidak diperhatikan, maka seni kerajinan yang ada mengalami penurunan-penurunan terutama saat krisis global 2008 ini. Perkembangan pasar ekspor seni kerajinan pada krisis global mengalami penurunan yang tajam, berbeda dengan krisis tahun 1998 lalu. Seni kerajinan pada tahun 1998 mengalami peningkatan yang luar biasa, sebab produk seni ini dikonsumsi oleh pasar yang sehat, sementara yang sekarat adalah kondisi ekonomi dalam negeri. Namun sekarang yang sekarat adalah pasar seni kerajinannya. Saat ini masyarakat dunia barat dalam hal ini America dan Negara-negara Eropa mengalami shock krisis ekonomi, sehingga mereka takut menginvestasikan uangnya pada kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya skunder. Mereka lebih baik menahan uang mereka dan bersikap pasif, sehingga semua sector ekonomi di barat berhenti sejenak. Hal demikian tentu saja berpengaruh amat signifikan terhadap kondisi kehidupan seni kerajinan di Indonesia. Terutama perajin yang banyak mengekspor ke Amerika dan Eropa dipastikan kondisinya sangat menurun sebagaimana yang dikatakan Ambar Polah bahwa kondisi tahun 2008 turun sampai 50 persen jika dibandingkan tahun 2007.
Meski begitu, tetap banyak juga muncul perusahaan seni kerajinan yang dikelola secara profesional. Mereka hadir dengan penampilan yang baik dalam melakukan usaha seni kerajinan itu. Perusahaan itu tidak saja dilakukan oleh masyarakat bangsa Indonesia, namun banyak juga Perusahaan Modal Asing (PMA) yang memberi nuansa kompetisi dalam usaha seni kerajinan. Usaha-usaha itu mengalami pertumbuhan yang baik, misalnya pengusaha asing mendirikan usaha di wilayah tertentu. Bahkan sebagian mendirikan usaha melalui orang Indonesia baik sebagai partner, istri, maupun suami. Segala bentuk perijinan pun dilakukan orang Indonesia namun sebagai penggerak utama adalah orang asing itu sendiri. Ia juga memegang kendali.
Biasanya, dalam melakukan usahanya, pengusaha asing memilih secara diam-diam karena sistem perijinan yang bertele-tele dan faktor orang-orang pajak yang sering melakukan pungli dengan cara menakuti akan mendeportasi mereka. Cara tersebut tentu saja membuat pengusaha asing itu enggan menempuh usaha secara benar. Seperti pernyataan Mudrajad Kuncoro bahwa terjadi kerumitan pada aspek perijinan dan garangnya perpajakan, maka tidak sedikit pengusaha asing yang mengecilkan diri (down sizing) menjadi usaha kecil yang tidak terlalu formal. Studi Kuncoro menunjukkan adanya penyalahgunaan lembaga birokrasi, penyuapan, dan banyaknya pungli serta manipulasi data dari para pengusaha atas desakan petugas pajak. Hal itulah yang salah satunya menjadikan kegiatan usaha yang dirintis takut menjadi besar.
Namun demikian, keberadaan pengusaha ekspatriat itu menjadi partner perajin yang menjadi supplier-nya dalam memasarkan produk ke manca negara. Sebagai contoh, di wilayah Kabupaten Bantul Yogyakarta, terkenal dengan produk seni kerajinan yang banyak diperjualbelikan sebagai komoditi ekspor seperti keramik, mebel, anyam, bahan alam, dan lain sebagainya. Wilayah ini memiliki penduduk yang hampir 20 persen melakukan kegiatan membuat seni kerajinan. Hal ini menarik para investor asing yang datang dan ingin mengembangkan usaha di wilayah ini. Oleh karena itu desain-desain baru seni kerajinan selalu muncul dari Bantul dan wilayah ini cukup memiliki reputasi internasional yang baik.
Perkembangan seni kerajinan saat ini telah sampai pada kompetisi antar bangsa. Negara Cina sebagai raksasa ekspor dunia tampaknya telah banyak menguasai kebutuhan harian masyarakat dunia termasuk seni kerajinan. Demikian juga negara Vietnam, Thailand, Filipina, dan Malaysia juga telah menata sistem kerja seni kerajinannya untuk dapat bersaing dengan negara lain. Tentu telah menjadi pertimbangan tersendiri dalam perkembangan seni kerajinan, yakni tidak dapat lepas dari aspek pendekatan seni kriya. Pengembangan secara terus-menerus harus selalu dilakukan sebab persaingan dalam dunia bisnis seni kerajinan dirasa semakin ketat.
D. Seni Kriya dan Seni Kerajinan
Seni Kriya dan seni kerajinan merupakan dua wilayah yang memiliki perbedaan tipis. Seni kriya banyak menggali ekspresi pribadi yang berdasar pada sumber inspirasi dari seorang kriyawan akan ide dan gagasan yang original. Sementara seni kerajinan memiliki kekuatan kecenderungan pada produk yang dilakukan oleh banyak orang sebagai kegiatan yang bersifat home industry. Mereka berkelompok pada sebuah produksi baik secara terpisah antar rumah produksi maupun dalam suatu kelompok studio. Keduanya memiliki kekhasan yang sama, hanya saja seni kriya tidak diproduksi secara masal, ia adalah produk yang tiada duanya. Yang pertama pekerjanya disebut kriyawan, artis, seniman, maupun juga desainer (penulis lebih suka menyebut kriyawan), yang kedua disebut pengrajin yang secara rajin mereka membuat, mengulang, produk itu secara masal yang dipasarkan pada konsumen dan bersipat padat karya.
Pada saat berkesempatan berkunjung di pameran internasional Abiente di Frankfurt Jerman 2007 lalu, penulis dikejutkan dengan kenyataan pameran yang agak berbeda penampilannya yakni pada stand milik negara Vietnam. Mereka menyajikan bentuk exhibition yang dikemas apik, berkolaborasi antara kriyawan dan pengusaha seni kerajinan. Padahal pameran tersebut adalah sebuah ajang perdagangan home accessories yang hanya menyajikan produk yang ditawarkan kepada buyer untuk kegiatan ekspor dengan pasar Eropa. Namun, tampaknya Vietnam memiliki kiat yang patut dicontoh untuk menunjukan jati diri para kriyawannya yang memiliki talenta berkreasi dalam menampilkan produk baru. Ada sekitar lima belas kriyawan yang memamerkan hasil karya kriyanya. Layaknya pameran tunggal, masing-masing kriyawan men-display dengan baik pada tiap boot yang mereka tempati, tata lampunya pun baik, juga dilengkap dengan curriculum vitae, foto diri seniman, dan katalog. Penulis mencoba mencari tahu ternyata peran pemerintah Vietnam cukup besar dalam mengolaborasikan antara kriyawan yang kreatif dengan korporasi. Kriyawan menciptakan desain baru dengan prototype-nya dan pihak korporasi berperan sebagai follow up tiap produk yang mendapat respons buyer ketika bertransaksi dan memesan.
Pihak korporasi sebagai penyandang dana tentu saja disubsidi pemerintah Vietnam dalam membiayai dan menciptakan desain baru serta sekaligus mewujudkannya. Antara kriyawan dan pihak korporasi sama-sama mendapatkan keuntungan: kriyawan memperoleh pembagian keuntungan dalam bentuk royalty dan pihak korporasi mendapatkan keuntungan dengan adanya order yang berarti ada pekerjaan dalam usaha mereka. Kriyawan pun dapat mengekspresikan ide-idenya dalam membuat karya, juga menumbuhkan kepercayaan dari para kriyawan bahwa pekerjaan sebagai craft designer merupakan pekerjaan yang menguntungkan. Pihak pemerintah pun juga mendapatkan keuntungan tersendiri, terutama pajak penerimaan negara.
Nilai orisinalitas pada karya seni kriya adalah hasil kreativitas seorang kriyawan dalam menciptakan karya baru dengan menyesuaikan trend pasar yang sedang berkembang. Inovasi baru itu kemudian diproduksi secara massal sebagai barang seni kerajinan. Dengan bentuk kerjasama semacam itu, maka kriyawan dapat juga mempelajari berbagai bentuk produk karya seni kriya baru dari negara lain yang sejenis melalui info dari pihak korporasi, buyer, dan survei ketika ada pameran bersama. Produk buatan dari luar negeri sebagai kompetitor dapat dijadikan bagian sumber inspirasi pembuatan karya baru yang dipakai sebagai dasar penciptaan target pameran tahun berikutnya. Kriyawan pun akhirnya memiliki kepekaan yang baik dalam membaca pasar dari gejala-gejala yang dilihatnya. Di samping itu dapat pula mengombinasikan antara seni tradisi dengan seni modern sehingga membantu para pengrajin seni kerajinan untuk membuat produk yang memenuhi kebutuhan home accessories rumah modern saat ini. Dalam menindaklanjuti pekerjaan produksi, ternyata aspek korporasi memiliki teknologi yang baik dalam membuat produk seni kriya menjadi produk massal guna memenuhi permintaan para buyer untuk diperdagangkan ke negara manca Negara..
Bagaimana dengan di Indonesia? Peran dari berbagai lembaga swasta maupun pemerintah seperti perajin, kriyawan, pemerintah melalui Deperindagkop (Departemen Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi), dan lain sebagainya sangatlah diperlukan. Menurut penulis, bentuk pola kerjasama semacam di negara Vietnam itu sangat mungkin dilakukan di Indonesia, hanya saja sebagian dari pemangku otoritas belum begitu sadar soal pentingnya para kreator seni kriya untuk diberi peluang menampilkan karya kriya dari hasil kreativitas mereka sebagaimana yang telah dilakukan negara Vietnam tersebut. Sungguh suatu kolaborasi yang baik, bagaimana dengan kita? Mampukah seni kriya menjadi komando dalam mengeksplorasi seni kriya baru yang dapat memberikan arah perkembangan bagi seni kerajinan Indonesia secara luas?
Produk seni kerajinan dapat mengalami perubahan yang sangat cepat. Terkadang produk baru atau desain baru yang muncul belum tentu dapat dijual atau bahkan telah dianggap usang, maka produk baru tersebut harus melalui test market terlebih dahulu. Produk baru itu belum tentu laku di pasaran, meskipun laku mungkin hanya beberapa saja atau malah juga booming luar biasa. Produk semacam itu masih memerlukan langkah yang panjang untuk memperoleh kemungkinan diproduksi secara kontinyu. Memang, kenyataannya para kreator seni kriya memiliki daya kreativitas tinggi, namun sayangnya selama ini belum dapat bekerjasama dengan para perajin. Persoalan yang pelik adalah tidak adanya penghargaan yang layak terhadap para kriyawan atas jasanya dalam menciptakan produk baru. Kesadaran terhadap pentingnya produk baru dalam mendongkrak perkembangan perusahaan juga seringkali terlupakan.
Memang, selama ini antara dunia seni kriya dan seni kerajinan secara formal jarang sekali dikelola secara baik agar memiliki hubungan yang saling menguntungkan. Banyak kriyawan yang enggan berhubungan dengan para pengusaha seni kerajinan yang dianggap sebagai korporasi karena dikhawatirkan akan siap menyaplok kreativitasnya. Kriyawan merasa dirugikan. Beberapa desain yang diciptakan kemudian direproduksi oleh pengusaha itu tanpa memberikan imbalan yang layak terhadap para kriyawan. Hal inilah yang menjadi jurang pemisah antara kriyawan dan pengusaha. Memang, salah satu penyebabnya adalah pola pikir yang sangat berbeda. Kriyawan lebih berkonsentrasi pada kemampuan kesenimanannya untuk menciptakan produk baru yang sama sekali tidak mempedulikan pasar. Sementara, pengusaha orientasinya adalah keuntungan sehingga desain yang tercipta selalu dikaitkan dengan wacana pasar. Bagi pengusaha, produk yang bagus adalah produk yang laku dijual sementara bagi kriyawan produk yang bagus adalah memenuhi kriteria basic design dan kesesuaian dengan suara batin. Oleh karena itu antara kriyawan dan seni kerajinan jika digabungkan akan memiliki kekuatan yang dahsyat. Kekuatan inilah yang menjadi andalan bagi produk seni kerajinan dari Indonesia untuk memenangkan pertarungan dalam perdagangan seni kerajinan di pasar lobal. Seperti apa yang dilakukan oleh para kriyawan dari Vietnam. Mereka dapat bersatu dengan perajin. Hal itulah yang membuat Vietnam pada tahun 2005 menjadi meteor baru untuk produk seni kerajinan. Menurut Mr. Enrico, produk negara Vietnam memiliki keunikan tersendiri dan juga memiliki harga yang kompetitif. Beberapa saat lamanya, dalam lima tahun, Vietnam menjadi idola para buyer yang juga sering berkunjung ke Indonesia.
Pelajaran tentang negara Vietnam menurut penulis menjadi satu model pembinaan bagi para kriyawan dan pengrajin untuk dapat berkolaborasi dalam suatu kerjasama yang saling menguntungkan. Keuntungan dari pihak kriyawan maupun dari pihak pengrajin adalah aspek pengembangan usaha yang bisa menjadi lebih baik. Kriyawan pun dapat berekspresi dan memberi arah pada pertumbuhan seni kerajinan terutama pada konteks penciptaan produk baru.
E.Nilai Ekonomi Seni Kriya
Umumnya masyarakat memerlukan kehadiran seni kriya di dalam kehidupan mereka, terutama sebagai sarana hidup untuk mengangkat harkat dan martabatnya. Seni kriya pernah menjadi perangkat simbol status seseorang, seni kriya bisa menjadi produk industri yang memiliki nilai ekonomi, dan seni kriya juga berfungsi sebagai pemenuh kebutuhan material maupun spiritual. Meningkatnya sarana hidup, membuka peluang berkembangnya seni kriya guna menjawab berbagai kepentinygan hidup, hal itu mempunyai pengaruh kuat terhadap eksistensi dan perkembangannya. Seni kriya yang sangat lekat dengan kebutuhan hidup itu memiliki peluang dan berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi unit usaha produksi yang bersifat industrial, sekaligus menjadi komuditas yang handal di bidang perdagangan. Hal ini terbukti banyak cabang seni kriya yang setelah melalui pembinaan serius berhasil memenuhi tuntutan pasar dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat pendukungnya, bahkan mendatangkan devisa negara.
Betapa besarnya peran seni kriya dalam meningkatkan perekonomian masyarakat menjadikan seni kriya menjadi salah satu bidang yang banyak digarap oleh kriyawan untuk memenuhi kebutuhan desain kerajinan pada era global. Memang dalam hal ini pengelolaan tentang penciptaan desain baru masih terasa sangat kurang, kriyawan belum memiliki sensitifitas terhadap perntingnya kriya baru sebagai bagian lahan hidupnya. Dengan demikian garapan seni kriya baru akan memiliki standar ekonomi yang berbeda dengan seni kerajinan. Nilai ekonomis seni kriya menjadi sangat tinggi seperti karya seni murni. Nilai sebagai karya yang tiada duanya baik sebagai karya yang siap dipakai sebagai koleksi, maupun karya yang memang dipakai sebagai proyotype dalam dunia reproduksi seni kerajinan. Maka kedudukan seni kriya salah satunya menopang pertumbuhan usaha-usaha seni kerajinan.
Kemudian peran seni kriya ini menjadi ganda satu pihak sebagai ekspresi pribadi yang berupaya untuk merangsang pemahaman masyarakat akan produk budaya yang berupa seni, di sisi lain sebagai peran untuk mendorong kemersialisme, kegairahan ekonomi dan maraknya perdagangan antar bangsa. Seiring dengan kemajuan perkembangan seni pada umumnya, tuntan karya seni kriya untuk memunculkan kriya baru dengan bentuk baru dan karakter baru terus diupayakan oleh para kriyawan yang datang dari lulusan lembaga pendidikan maupun masyarakat umum.
Nilai ekonomis seni kriya ditentukan oleh tujuan utama seni kriya itu ditetapkan, seni kriya terlahir dari interaksi konsep, inspirasi, ide atau gagasan produk karya seni bertujuan apa yang akan diciptakan. Pertimbangan fungsional dan non fungsional menjadi penting manakala seni kriya ini akan menentukan nasibnya menjadi produk seni yang mana. Interaksi konsep disitu terjadi, kriyawan mencoba memformulasikan sumber, ide atau gagasan ke dalam sebuah konstruksi pikir yang utuh untuk tercipta bentuk yang berfungsi maupun tidak berfungsi. Berkecamuknya proses itu akan berlarut manakala telah mempertimbangkan pada interaksi perwujudan. Ide yang begitu hebat dalam proses perwujudannya tentu menemui kendala-kendala diluar rencana awal. Oleh karena itu prototype baik sebagai contoh maupun karya yang telah jadi, menjadi penentu apakah karya memiliki nilai seni yang baik atau tidak
F. Nilai Ekonomi Seni Kerajinan
Di Indonesia seni kerajinan dikerjakan pada rumah-rumah produksi (home industry) yang berskala mikro, maupun yang berkelompok sebagai sentra industri seni kerajinan. Mereka memproduksi secara manual dengan alat yang sederhana dan menonjolkan kerja dengan ketrampilan yang turun-temurun, memiliki keunikan dan karakteristik bahan maupun proses pengerjaan. Seni kerajinan ini pada perkebangannya banyak disukai oleh para konsumen dari manca negara. Oleh kerena itu seni kerajinan pada era global sangat tergantung pada situasi global pula. Umunya, pengrajin membuat seni kerajinan merupakan pesanan dari para pembeli dari manca negera, meskipun pasar dalam negeri juga cukup baik. Pasar luar negeri seperti negara-negara uni eropa ternyata mampu menumbuhkan keberlangsungan seni kerajinan ini menjadi bagian dari minat mereka. Beberapa buyer dari luar negeri sangat berminat untuk membeli dan memasarkan produk seni kerajinan ini sebagai bagian dari impornya.
Semakin meluasnya pasar seni kerajinan, ternyata juga menjadikan kompetisi semakin bertambah ketat pula. Seni kerajinan harus berlomba menampilkan produk-produk yang inovatif, original dan up to date, sehingga dapat beriringan dengan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan. Produk baru dengan tampilan baru ternyata dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap keberlangsungan sebuah usaha produksi seni kerajinan. Produk baru itu memberikan semangat baru pada diri kriyawan ataupun pengrajin untuk mempelajari dengan seksama akan sebuah trend produk interior pada saat itu. Masalahnya sekarang kreatifitas seorang pengrajin tampaknya kurang, maka dukungan dai para kriyawan menjadi hal yang sangat diperlukan. Sebab produk-produk baru yang ada justru dari gambar yang dibawa oleh para konsumen mereka. Dengan demikian bargaining pasition-nya sangat lemah. Pasti nilai ekonomis sebuah produk menjadi rendah manakala mereka menganggap desain itu datang dari mereka (konsumen).
Seni kerajinan kebetulan sangat diminati konsumen manca negara, meskipun pasar dalam negeri juga potensial. Pertimbangan yag unik dan menarik dan berkarakter menjadi pertimbangan para konseumen untuk megoleksi seni kerajinan itu. Memang struktur bagan di atas hanya menunjukan interaksi ekonomis antara seni kerajinan dan pasar, namun upaya itu tentu ada persoalan-persoalan lain dalan memenuhi proses negoisasi agar supaya deal atau sepakat. Pernik-pernik itu antara lain tampilan desain seni kerajinan yang benar-benar baru. Kemampuan mereprodusi produk itu dengan satandardisasi eksport dalam kualitas dan kuantitas. Pengetahuan tata laksana ekspor, kecakapan lain dalam mendukung suksesnya negoisasi.
G. Seni Kriya dalam Ekonomi Kreatif
Dalam sebuah kelompok kerja tentu sering mendapatkan kesulitan yang memerlukan penyelesaian, pada umumnya ada salah satu atau dua orang yang berusaha dan mencoba menyelesaikan masalah itu. Bagi sebagian orang, menjadi kreatif adalah melibatkan upaya untuk tidak malu dengan ide-idenya sendiri; bagi yang lain adalah menyadari bahwa menjadi kreatif dapat dilakukan dengan banyak cara yang berbeda. Orang-orang yang sadar dan cukup percaya diri, memiliki lebih sedikit penghalang dan dapat begitu saja membiarkan sifat kreatif untuk memunculkan sebuah lahan ekonomi. Dalam hal ini sebuah konteks usaha, maka diperlukan inovasi yang umumnya dianggap sebagai penerapan dari kreatifitas. Inovasi “adalah instrumen khusus kewirausahaan.” Kesempatan inovatif terkait dengan industri atau sektor jasa khusus, yaitu: yang tidak diharapkan; yang tidak awam; kebutuhan proses; dan perubahan struktural. Juga terkait dengan lingkungan manusia dan ekonomi: demografi; perubahan persepsi, suasana hati, dan arti; dan pengetahuan baru. Kreatifitas terkait erat dengan entrepreneur seperti pada pengusaha justru mereka memiliki lebih banyak peluang untuk menggunakan bakat kreatif mereka dibandingkan dengan pegawai yang digaji. Dalam rangka mengembangkan daya kreatifitas, dibutuhkan kesempatan untuk menilai perilaku kreatifitas sendiri agar dapat mulai mempraktekkan pemikiran yang kreatif itu. Kebanyakan orang dapat memikirkan beberapa pekerjaan yang membutuhkan kreatifitas, seperti : kriyawan, seniman, musisi, penari, perancang dan ilmuwan. Meskipun demikian, kebutuhan akan kreatifitas tidak terbatas pada pekerjaan-pekerjaan ini. Ide-ide kreatif dibutuhkan dimana terdapat masalah dengan solusi yang tidak diketahui. Seperti dalam dunia seni kriya, kriyawan menggunakan kreatifitas untuk memecahkan masalah produk baru, memproduksi, dan bagaimana cara mempromosikannya.
Seni kriya merupakan salah satu dalam ekonomi kreatif itu, yaitu ide adalah suatu komediti yang dapat dieksplorasi dengan tiada habisnya. Manusia dengan akal budinya disertai kreativitas yang ditempatkan dalam lingkungan yang kondusif akan mampu menghasilkan produk-produk kreatif bernilai ekonomi. Bidang-bidang yang mencangkup dalam koridor ekonomi kreatif terdapat di dalamnya seni kriya. Kriyawan merupakan salah satu mata rantai penting industri seni kerajinan. Hal ini dapat dilihat pada sentral-sentral seni kerajinan di Bali, Yogyakarta dan daerah lain sebagai kantong-kantong seni kerajinan. Hal ini telah menjadi bagian penting sebab mata rantai kunjungan wisata baik dari dalam dan manca negara telah ikut membuat wilayah-wilayah penghasil seni kerajinan itu menjadi berkembang. Untuk itu seni kriya sebagai awal munculnya seni kerajinan memegang peran yang utama terutama dalam menciptakan produk baru sesuai dengan target pasar yang akan dicapai. Dapat dilihat bahwa belanja seni ketrajinan seperti souvenir saja di Bali menjadi motivasi utama sebagai sasaran pembeli mencapai yakni 30-40% dari akibat interaksi langsung dari kunjungan wisatawan atau pembelian retail, sementara 60-70% adalah produk ekspor (wholesale) pada tahun 2009.
Produk-produk kriya telah menjadi elemen penunjang interior dan eksterior fasilitas kepariwisataan (hotel, rumah makan, taman kota, pusat Spa, kesehatan, dan sebagainya) di kota-kota di Indonesia maupun di luar negeri. Melihat potensi kekayaan seni kriya Indonesia yang begitu tinggi menjadi sangat penting untuk dikembangkan menjadi kontributor utama dalam era ekonomi kreatif. Karena dari semua ekonomi kreatif yang ada seni kriya tidak tergantung pada teknologi tinggi baik perangkat keras maupun perangkat lunak yang mahal harganya. Seni kriya sangat sesuai dengan kondisi sosial budaya Indonesia dan dapat mendorong penigkatan ekonomi kerakyatan. Industri kriya dapat dikembangkan secara padat karya sehingga dapat memberikan pekerjaan kepada masyarakat. Makin menyusutnya sumber daya alam diperlukan suatu kearifan dalam mengolah alam dan cara-cara lain untuk memutar roda perekonomian bangsa Indonesia. Salah satu cara yaitu menerapkan ekonomi kreatif sebagai sumber perekonomian. Pengembangan seni kriya dapat dijadikan suatu model ekonomi kreatif di Indonesia. Seni kriya dapat dilakukan dengan memanfaatkan materi dari alam maupun sentetis. Dengan eksplorasinya material dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin bahkan dari limbah sekalipun dapat dihasilkan produk kriya.
Tentu kreatifitas dalam seni kriya tidak saja bagaimana menciptakan karya yang hebat belaka, namun aspek lain sebagai pendukung tentu tidak bisa ditinggalkan. Aspek tersebut meliputi hal-hal yang berkaitan dengan langkah lebih lanjut, seperti perlakukan barang pada saat mendisplay, sumber daya manusia dalam menjaga kesetabilan produk, dan bagaimana mengupayakan agar barang dapat diapresiasi oleh konsumen. Kriyawan seringkali kurang memperhatikan display produk untuk menarik konsumen (produk kebanyakan ditata seadanya). Seringkali ditemukan, bahwa kemasan produk kriya untuk ritail masih rendah, belum memperhatikan unsur kemudahan, keamanan, estetika, yang bisa meningkatkan nilai jual produk. Interaksi dengan industri sekala besar/ekspor dan permintaan pasar menjadikan bentuk dan ragam hias produk lokal banyak dipengaruhi oleh unsur luar, sehingga kehilangan kekhasannya. Sebelum berbicara pasar, harus dilihat terlebih dahulu sejauh mana daya saing produk seni kriya Indonesia di pasar domestik maupun internasional. Ada beberapa masalah menyangkut daya saing produk kriya Indonesia antara lain: masalah disain, masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan masalah pemasaran.
H. Penutup
Seni Kriya telah menjadi bagian penting dalam mengembangkan perekonomian rakyat yang sarat dengan lokalitas baik bahan mamupun sumber daya manusianya. Pengembangan kreatifitas pada generasi muda menjadi penting agar kekayaan alam dan budaya bangsa Indonesia yang melimpah dapat dieksplorasi, dikembangkan, dan dipasarkan. Apalagi munculnya sistem perdagangan internasional yang kian ketat dalam persaingan. Perdagangan bebas ASEAN misalnya, sudah diputuskan berlaku 1 Januari 2010. Cina dipastikan bergabung, lewat apa yang disebut dengan Asean Cina Free Trade Agreement atau ACFTA. Masuknya Cina dalam perdagangan bebas Asean ini meresahkan kalangan produsen dalam negeri terutama tekstil dalam negeri, karena bisa dipastikan semua produk Cina bebas masuk ke pasar Asean, termasuk Indonesia. Para produsen pesimis produk mereka akan mampu bersaing dengan produk Cina yang harganya jauh lebih murah.
Nah bagaimana dengan langkah seni kriya sebagai salah satu pendukung ekonomi kreatif? Kreatifitas memegang peran yang penting agar agar mencapai kemenangan dalam persaingan global itu.
Demikian ada kesalahan mohon maaf…nuwun.
I. Kepustakaan
“Design Meet Artisan” Craft Revival Trust, Artesanfas de Columbia S.A., Unesco, 2005.
Adler Haymans Manurung, Wirausaha Bisnis Usaha Kecil Menegah, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2006.
Enrico Vacetti, importir dari Karu, Milano, Italia. Wawancara pada tanggal 20 November 2008 di Kasongan Yogyakarta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, 1996.
Mudrajad Kuncoro, Ekonomi Industri Indonesia Menuju Negara Industri Baru 2030?, Penerbit Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2007.
Soeharto Prawirokusumo, Ekonomi Rakyat (Kinsep, Kebijakan, dan Strategi), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2001.
SP. Gustami 1991, Seni Kriya Indonesia Dilema Pembinaan dan Pengembangannya, Jurnal Seni, Edisi 1/03 Oktober, BP. ISI. Yogyakarta.
Tika Nurjaya (ed.), Usaha Kecil Indonesia Tinjauan Tahun 2002 dan Prospek Tahun 2003, Indonesia Small Business Research. P. XX.
Wawancara dengan Ambar Polah pada tanggal 29 November 2008 di kantor Asmindo Yogyakarta jam 11.00 WIB.
Tentang Penulis:
Dr. Timbul Raharjo, M. Hum.
Lahir di Kasongan Bantul Yogyakarta, 8 November 1969. Lulusan Program Doktor di Universitas Gadjah Mada tahun 2008. Sejak tahun 1993 mengajar di Institut Seni Indonesia Yogyakarta Jurusan Seni Kriya, khususnya Seni Keramik. Tahun 2007 mendapat anugerah Upakarti dari Presiden Republik Indonesia. Menjadi perajin keramik sejak tahun 1996. Produk keramiknya diekspor ke beberapa negara Eropa, Australia, Canada, Korea. Dan lain sebagainya.
Jumat, 12 Maret 2010
Langganan:
Postingan (Atom)