Selasa, 02 Desember 2008

The “Mecca” of Seni Kriya is Bantul

The “Mecca” of Seni Kriya is Bantul
Oleh: DR. Timbul Raharjo, M, Hum.


A. Pendahuluan
Kabupaten Bantul adalah wilayah penghasil seni kriya terbesar, wilayah ini memiliki manusia yang kreatif dalam menciptakan seni kriya. Hal ini berdasar pada keberadaan masyarakat kabupaten yang hapir 20 persen hidupnya bergantung pada industri seni kerajinan yang notabene adalah produk kreatifitas seni kriya. Terdapat banyak sentra seni kerajinan seperti Pundong, Kasongan, Pucung, Krebet, Imogiri, dan lain sebagainya sebagai wilayah pertumbuhan seni kriya masal yakni seni kerajinan. Ratusan containers yang berisi seni kerajinan tiap bulan di ekspor ke manca Negara. Sebutan the Mecca of Seni Kriya disampaikan menyusul munculnya Ubut Bali sebagai wilayah the Mecca of Visual Art yakni wilayah penghasil seni rupa terbesar di dunia. Secara spesifik Bantul dapat disebut sebagai the Mecca of Seni Kriya, karena kabupaten ini sebagai tempat diproduksinya seni kerajinan terkemuka di dunia dan sebagai tujuan mencari barang-barang seni kriya.

B. Nilai Ekspor
Hampir 70 persen ekspor kerajinan di wilayah Yogyakarta berasal dari Bantul. Data di dinas perindustrian , perdagangan, dan koperasi, selama ini total ekspor dari Yogyakarta yang mencapai US$140 juta tahun 2007, Bantul sekitar 80 persen atau US$112 juta berasal dari produk kerajinan, diantaranya 70 persen Bantul sebagai kontribusi utamanya, pada hal wilayah ini adalah yang paling parah terkena gempa pada 27 Mei 2006 lalu. Jika dilihat dari ekspor kerajinan nasional yang diproyeksikan mencapai sekitar US$ 400 juta pada 2007, naik dibandingkan tahun 2006 yang mencapai US$350 juta[1]
Dengan demikian pelaku usaha yang tercermin pada nilai prosentase ekspor dari Yogyakarta adalah dari wilayah Bantul. Pada tahun 2000, ekspor dari Yogyakarta menunjukkan pertumbuhan antara 4,3 hingga 17,3% per tahun dan secara absolut meningkat terus sampai tahun 2006. Pada tahun1999, total nilai ekspor DIY hanya USD 91,64 juta, meningkat tajam hingga USD 110,14 juta tahun 2002, dan melonjak menjadi USD143,5 pada tahun 2005. Berdasarkan pengamatan data bulanan selama 1999-2006, setidaknya dapat dicatat beberapa pola ekspor dari Yogyakarta. Pemain ekspor selama ini hanya sekitar 275 eksportir, yang mayoritas adalah UKM (Usaha Kecil Menengah). UKM di sini diartikan usaha yang menyerap tenaga kerja kurang dari 100 orang, aset tidak termasuk tanah dan bangunan kurang dari Rp 250 juta, dan omset penjualan kurang dari Rp 1 milyar setahun. Uniknya, para pengrajin tidak hanya sebagai produsen namun beberapa telah menjadi eksportir tanpa perantara, dan 70 persen bermukim di Kabupaten Bantul.
Trend nilai ekspor menunjukkan betapa sangat berfluktuasi dan berubah-ubahnya komoditas ekspor selama periode 1999-2006. Pertumbuhan nilai ekspor amat fluktuatif, dengan rentang dari negatif 29,9 persen hingga tumbuh 59 persen. Rekor ekspor bulanan tertinggi terjadi pada bulan Maret 2005 sebesar US$15,46 Juta dan terendah pada bulan Agustus 2004 sebesar US$7,7 juta. Penyebabnya adalah eksportir masih menunggu order dari pembeli/pelanggan dari luar negeri, faktor musim di negara mitra dagang ikut berpengaruh, dan belum stabilnya bisnis UKM (Usaha Kecil Menengah) yang berorientasi ekspor. Komoditas ekspor yang mengalami kenaikan selama Juni 2005-Juni 2006 meliputi: pakaian jadi tekstil, sarung tangan kulit, kerajinan kertas, tekstil, kerajinan kearamik, kerajinan kayu, dan lainnya. Namun pasca gempa Mei 2006 hampir semua komoditas mengalami penurunan.[2]

C. Perkembangan Seni Kerajinan di Bantul dan Peran Pemerintah
Sejak diberlakukannya otonomi daerah dengan perubahan yang signifikan terhadap pemerintahan di tingkat kabupaten, tampaknya memberi perubahan terhadap kesejahteraan masyarakat terutama pada kepemimpinan Idham Samawi sebagai Bupati Bantul yang banyak membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil dalam hal ini para pengrajin. Bantul menyokong hanpir 40 persen dari total ekspor nasional. Sumber seni kriya sebagian besar berasal dari Bantul Yogyakarta, bahkan beberapa eksporter seni kerajinan dari wilayah lain dipasok oleh kabupaten ini. Kontribusi itu memberikan nilai tambah bagi masyarakatnya untuk terus bergerak mengembangkan seni kerajinan. Namun capaian pemenuhan nilai ekspor pada tahun 2008 terjadi penurunan mengingat krisis financial global yang mendera beberapa Negara Amerika-Eropa dan beberapa Negara di dunia. Dampak krisis ini bagi sebagian masyarakat merupakan sebuah tantangan untuk mencari peluang pasar yang lebih ketat, terutama pada wilayah yang tidak terkena dampak krisis seperti timur tengah, Eropa Timur, Asia, dan Afrika. Berbekal pada kreatifitas pengrajin yang menyajikan berbagai bentuk baru hasil kreatifitas inovasinya membuat beberapa bayer tetap setia membelinya.
Seni kriya yang berkembang dari wilayah Bantul bergerak secara simultan tanpa henti, hal ini dapat dilihat pada beberapa event pameran tingkat internasional produk kerajinan dari Bantul sangat mendominasi, juga para peserta pamerannyanya banyak berasal dari Bantul seperti pameran Trade Ekspo Indonesia taggal 21-26 Oktober 2008 dan Sengapure Fair bulan Juli 2008 lalu. Pemeran lain seperti Inacraft, Iffina, bahkan beberapa pameran di Sengapura, maupun di Macef Italiano, Ambiente Jerman pada seni etnik didominasi produk dari Indonesia terutama Bantul, sebagian bahkan banyak para pengusaha peserta pameran bermarkas di wilayah Bantul.
Saat ini ternyata variasi penciptaan seni kriya tak tertandingi, meskipun Cina memiliki kapasitas produksi yang terbesar di dunia, namun Bantul memiliki kreatifitas terhadap penciptaan kriya yang memiliki nilai artistic tinggi dan kombinasi bahan local yang menarik. Produk seni kriya yang berbasis pada bahan baku local tampaknya memiliki nuansa etnisitas tersendiri ketika telah menjadi accessories rumah tinggal konsumen manca negara. Produk ini telah menjadi komodite ekspor sebagai bagian bentuk seni kreatif yang dapat bertahan sejauh kreatifitas pada pengrajin Bantul masih mengalir.
The Mekka of Seni Kriya di dukung juga oleh keberadaan Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang memiliki jurusan Kriya tertua di Indonesia. Jurusan Kriya menjadi salah satu babonnya perguruan tingga yang menyelanggarakan program studi seni Kriya. Hampir setiap enam bulan jurusan Kriya ISI mencetak sarjana yang memiliki kreatifitas menciptakan karya kriya sebagai bagian dari munculnya produk baru seni kerajinan di Bantul. Mereka senantiasa membuat karya baru sebagai bagian syarat kelulusan. Oleh karenanya banyak perusahaan seni kerajinan banyak mempekerjakan para alumnus ISI Yogyakarta tersebut.
Trading house, agent kerajinan ekspor, PMA (Perusahaan Madal Asing) seni kerajinan, dan banyak pengusaha membangun bisnis seni kerajinan berkantor maupun membangun pabrik di wilayah Bantul. Hal ini merupakan bentuk perkembangan yang menggembirakan, pertumbuhan nilai ekspor seni kerajinan menjadi bentuk usaha yang banyak menyerap tenaga kerja. Memang para pengrajin tidak sendirian dalam menalakukan bisnis ini, ada beberapa investor asing yang datang ke Bantul untuk menginvestasiakan uangnya dalam bentuk usaha dagang produk seni kerajinan. Dukungan ketrampilan dan keseriusan masyarakat Bantul merupakan modal pokok yang menjadi pertimbangan para investor datang ke wilayah Bantul. Ketrampilan yang dimiliki bersumber diantaranya dari dunia pendidikan, keterpengaruhuan dari factor lain diluar dirinya, dan warisan dari nenek moyang mereka. Dinamika perkembangan yang demikian memunculkan wirausaha baru sebgai entrepreneur handal yang kreatif meciptakan seni kriya yang memiliki daya jual pada konsumen manca Negara. Eksplorasi terhadap desain yang disarkan pada bentuk dan finishing menjadi kebutuhan kreatifitas mereka untuk terus bertarung menciptakan produk kriya baru yang memang sesuai dengan perkembangan jaman.
Pertumbuhan itu terlihat juga pada beberapa sentra industri kerajinan dengan munculnya kantong-kantong sebagai sentra industri seni kerajinan baru. Dengan kebijakan baru terhadap kemudahan-kemuhan dalam mengurus ijin usaha memunculkan minat baru pada sebagian pengrajin untuk bergerak pro-aktif mengembangkan usaha seni kerajinannya. Pemerintah kabupaten selalu mendukung dengan berbagai program pembinaan baik melalui departemen perindustrian, perdagangan dan koperasi, juga peningkatan wilayah sebagai desa wisata. Dibangunnya pusat seni kerajinan di Gabusan sebagai sentra baru dalam memasarkan wisata, bahkan terbentuk desa wisata yang mengaitkan wialayah Tembi, Gabusan dan Manding sebagai bentuk keseriusan para pemimpin kabupaten Bantul untuk berpihak pada rakayat.
Kantong-kantong sentra industri kerajinan terus merias diri sebagai bagian kantong budaya yang juga tujuan wisata. Industri wisata mutlak diperlukan manakala sentra itu masih berbasis pada ketergantungan kedatangan para tamu wisatawan. Namun lambat laun basis wisata juga akan menumbuhkan bentuk kegiatan bisnis seni kerajinan yang lebih luas. Bisnis ini pada umumnya menjangkau diluar wilayah Negara. Sehingga munculah seni kerajinan yang berorientasi ekspor. Produksi yang berkaitan dengan ekspor seni kerajinan memiliki skala jumlah yang luar biasa sehingga produksi meluas sampai pada kegiatan home industry pada setiap rumah, maka kegiatan pembuatan seni kerajinan menyebar ke berbagai pelosok desa, bahkan sebagian dari mereka memproduksi sendiri dari pesanan yang ia dapat, jadilah kantong baru seni kerajinan. Demikian secara terus menerus perubahan dan perkembangan itu sehingga Bantul yang semula mengandalkan hasil buminya terkombinasi dengan penghasilan dari dunia bisnis kerajinan. Penyerapan tenaga kerja makin banyak dengan munculnya home industry yang berkembang.
Pemerintah dalam hal ini sebagai wasit yang fair terhadap perkembangan dan pertumbuhan seni kerajinan. Kesetabilan regulasi dan kemudahan dalam berusaha terus dikembangkan oleh pemerintah kabupaten Bantul. Kesetabilan antara produktifitas dan perubahan pasar menjadi salah satu kunci pokok agar usaha seni kerajinan terus menemui jalan pertumbuhan yang baik. Keseimbangan market dan produksi menjadi pertimbangan, mengingat pertumbuhan yang di upayakan pada salah satu sisi saja akan menemui jalan buntu. Antara internal perusahaan dan eksternal pasar atau konsumen diselaraskan agar berjalan serasi seimbang. Peran pemerintah menjadi penting manakala beberapa usaha yang memiliki propek baik yang perlu di beri fasilitas kemudahan dan bantuan untuk lebih berkembang. Pajak sebagai momok para pengusaha tidak lagi mengganggu karena reformasi manusia pajak mulai dirasakan di kalangan pengusaha.
Pak Bupati sangat peka terhadap perubahan dan perkembangan seni kerajinan di wilayah Bantul. Ungkapan dan ideanya selalu mencengangkan, realistis, simple dan mudah dilaksanakan. Bagi para perajinan kepemimpinan Idham Samawi telah membawa perubahan yang signifikan terutama pada sentra-sentra industri seni kerajinan yang selalu didukung untuk berubah menajadi lebih baik dengan mengutamakan perbaikan infrastruktur, dan perbaikan fasilitas umum untuk terus berkembang.
D. Penutup
Dalam dua periode kepimpinan Bupati Idham Samawi pertumbuhan seni kerajinan dirasakan berkembang. Perubahan kebijakan terhadap perijinan bebas biaya, reformasi manusia pajak, serta upaya pemasaran seperti MTG (Manding Tembi Gabusan), serta kepersertaan para Dinas, Pemda Bantul, maupun Dekranas dalam membangun seni kerajinan memberikan image Bantul memiliki ciri yang khas sebagai wilayah penghasil seni kerajinan. Jika Bali memiliki Ubut sebagai desa penghasil seni rupa, maka Bantul memiliki Kasongan, Krebet, maupun Gabusan, sebagai the mecca of Seni Kriya di Bantul Yogyakarta. Memang kajian tentang masalah ini belum banyak dilakukan, namun jika melihat pertumbuhan seni kerajinan di Bantul cukup nggegirisi, maka dapat penulis pastikan the mecca-nya seni kriya ada di Bantul Yogyakarta.














Tentang penulis:
Nama Dr. Timbul Raharjo, M. Hum, umur 39 tahun. Penulis adalah lulusan Jurusan Kriya Institut Seni Indonesia Yogyakarta 1992, Lulus S-3 dotor UGM Tahun 2008 dan menjadi dosen ISI Yogyakarta, hasil dari sekolah yang formal diimplementasikan pada sebuah usaha yang dinamakan TIMBOEL KERAMIK yang berlokasi di Kasongan Bantul. Dari satu karyawan menjadi 150 karyawan di studio dan 750 karyawan diluar studio. Tiap bulan memproduksi ribuan seni kerajinan keramik untuk diekspor ke manca negara.



[1]Periksa data di Perindagkop Derah Istimewa Yogyakarta, 2007.
[2]“Tantanagan dan Strategi Ekspor DIY Pasca Gempa”, oleh Mudrajad Kuncoro Kedaulatan Rakyat, 9 Januari 2007.

Tidak ada komentar: