Rabu, 26 November 2008

PASAR SENI KERAJINAN GLOBAL SEDANG “GOMBAL

PASAR SENI KERAJINAN GLOBAL SEDANG “GOMBAL”[1]
DR. Timbul Raharjo, M. Hum.

A. Awalan
Memang tahun ini situasi dunia baru tidak berpihak dengan kita, terutama ruang pasar ekspor kita yang sedang lesu akibat krisis finansial global. Situasi ini berbeda dengan saat krisis moneter tahun 1998 yang membuat negara kita banyak berubah dengan paham reformasi. Krisis 1998 adalah krisis yang membuat kenyang para produsen/eksporir yang menggunakan bahan dan ketrampilan lokal seperti yang kita lakukan (mebel dan seni kerajinan). Saat itu yang terkena krisis adalah kita sebagai produsen, namun permintaan pasar sangat meningkat luar biasa, sebab negara Indonesia menjadi negara yang sangat murah di dunia bagi importer mebel dan seni kerajinan. Hal ini diakibatkan para buyer manca Negara sangat diuntungkan dengan perubahan merosotnya nelai uang rupiah terhadap dolar. Sementara krisis 2008 yang krisis adalah pasar kita sehingga kita tidak punya kuasa untuk memperbaikinya. Dengan kata lain krisis 1998 adalah sebagai berkah, namun krisis dunia 2008 menjadi masalah.
Perubahan saat ini bagi sebagian teman pengrajin yang banyak mengekspor khususnya ke Amerika mengalami penurunan yang luar biasa. Sebagai efek nomino, maka kawasan Eropa menjadi wilayah ke dua yang terkena dampak krisis, Sementara pasar mebel dan seni kerajinan kita banyak diekspor ke dua wilayah tersebut. Maka yang terjadi adalah sebuah malapetaka bagi sebagian pengusaha yang mengandalkan pasar ekspor terutama dua wilayah tersebut. Meskipun pada periode berikutnya efek itu akan merembet ke beberapa Negara lain diluar dua wilayah tersebut. Nah selanjutnya bagaimana nasib kita?
Judul di atas Pasar Global sedang “Gombal”, adalah sebuah umpatan yang dapat kita lontarkan, akankah kita hanya menunggu, diam, stress, nglalu atau justru menjadi salah satu cobaan yang akan dilalui untuk mendapatkan kemenangan?. Marilah kita sama-sama coba untuk melihat situasinya.
B. Kondisi Buyer Saat Krisis 2008
Pada umumnya para buyer manca Negara yang datang ke Indonesia mulanya adalah mereka yang datang dengan tujuan berpariwisata. Sebagian dari mereka memperkenalkan produk Indonesia sebagai barang souvenir sebagai oleh-oleh yang diberikan pada handaitolannya maupun untuk koleksi pribadi sebagai kenang-kenangan. Oleh karena keunikannya, maka banyak menarik minat para penikmatnya untuk memilikinya. Lebih lanjut mulailah mereka memperdagangkannya sebagai barang komodite ekspor, bahkan system memasarkannya telah diperkenalkan dengan cara-cara lebih modern baik melalu pameran perdagangan maupun melalui sarana informasi dunia maya. Dengan demikian dunia bisnis mebel dan seni kerajinan menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia. Oleh karenanya setiap kali diadakan pameran produk ekspor selalu dipenuhi dengan produk mebel dan seni kerajinan. Seperti Asmindo selalu merajai setiap even pameran, karena asosiasi ini merupakan kumpulan UKM (Usaha Kecil Menengah) yang mengandalkan kreatifitas dan ketrampilan membuat produk manufaktur sebagai komodite ekspor, bukan industri yang dikuasai oleh Negara dan konglomerasi bermodal raksasa yang malah kadang tidak terasa efek ekonomisnya bagi masyarakat.
Penyelenggaraan pameran mebel dan seni kerajinan di dalam maupun di luar negeri saat ini marak dengan agresifitas untuk menawarkan produk. Cina sebagai raksasanya ekspor dunia sangat inten memamerkan hasil produknya. Mengingat kondisi pasar lesu, sehingga terjadi over produksi di Negara Cina, mereka mengharapkan segera terserap oleh pasar, agar proses produksi terus berjalan. Ketidak seimbangan tentu menjadi kendala dimana produktifitas tetap bahkan meningkat, namun penyerapan produk terbatas atau menurun. Para konsumen seolah serentak bertiarap bersamaan, menunggu sampai kondisi membaik. Konsumen mengalami shock terhadap situasi investasi moneter yang ternyata sama sekali tidak menguntungkan. Mereka masih takut menginvestasikan ke real sector, sementara produk mebel dan seni kerajinan termasuk kebutuhan yang bersifat skunder, mereka lebih mementingkan terkecukupinya kebutuhan primer seperti makan, sandang, dan rumah. Bahkan beberapa produk primerpun terjadi penurunan, misal menurut info buyer langganan penulis produk cake di Europe terjadi penurunan berkisar 20 persen, yang menjadi pertanyaan adalah apakah mereka mengurangi makannya atau mengurangi makan jatah hewan piaraan, atau sedang berdiet, pokoknya sedang ngirit.
Jika melihat dari beberapa buyer berkunjung ke Indonesia, menurut penulis tidak terjadi penurunan jumlah, hanya saja terjadi penurunan kuantitas pembelian Mereka tetap hadir sebagai bagian kegiatan rutin mereka untuk mencari produk baru, namun daya beli sangat menurun. Dapat dilihat dari terjadinya perubahan buyer wholesaler yang banyak mengalami kemunduran dalam kuantitas pembelian, dapat dikatakan hampir 60 persen terjadi penurunan order. Hal ini diakibatkan pasokan terhadap ke beberapa toko sebagai tempat menjualnya mengalami seret jual. Pada kenyataanya konsumen (end-user) sedang tidak “royal” mengganti home asesories mereka lagi disaat krisis ini. Yang terjadi kemudian kelompok wholesaler pada beberapa saat seperti menghentikan aktifitasnya dalam pembelanjaan karena jumlahnya sedikit jika dibandingkan sebelumnya. Yang menarik kemudian adalah kelompok retailer yang datang langsung ke Negara kita, umumnya mereka memiliki sarana jual atau artshop yang dikelola sendiri, mereka cenderung dapat bereksperimen bagi barang baru yang semula hanya dikonsumsi sebagai bagian proteksi special product wholesaler banyak ditawarkan kepada retailer. Dengan demikian retailer masih memiliki peluang besar untuk memasarkannya.
Umumnya buyer mebel dan seni kerajinan datang dari America, Europe, Australia, Canada, Japan, Korea, dan lainnya. Sangat jelas sumber krisis datang dari Amerika, oleh karenanya bagi pengusaha yang hanya memiliki pasar Amerika akan segera terkena imbasnya sejak awal tahun 2008 bahkan pertengahan 2007. Kemudian pasar Europe terasa pada pertengahan tahun 2008. Sementara pasar yang biasa belum pernah dirambah memiliki karakter sendiri. Produk yang biasanya dipasarkan di America belum tentu baik jika dipasarkan ke Europe, demikian juga produk yang biasanya dijual ke Jepang belum tentu matching dengan Timur Tengah dan seterusnya. Oleh karena itu perlu waktu untuk memasarkan produk itu pada pasar tertentu. Pola hidup dan budaya menjadi sumber inspirasi utama dalam membentuk sebuah produk desain yang akan dilempar ke pasar yang baru. Oleh karenanya diperlukan research terlebih dahulu. Banyak mengalirnya produk sejenis selain dari Indonesia ke Negara yang sama tentu menjadi pertimbangan tersendiri. Sebagai contoh misalnya produk yang kita pasarkan ke Timur Tengah yang dikenal tidak terkena imbas krisis, tentu bagi penulis disain yang ditampilkan lantas bukan produk kaligrafi karena salah-salah ayat Al-Quran keliru dalam penulisannya. Umumnya produk itu akan di-screening oleh lembaga tertentu yang justru menyulitkan bahkan balik ke Indonesia sebagai barang import, seperti jika terjadi kesalahan atas fumigation standard untuk Canada maupun Australia yang terkenal ketat itu.
C. Perkiraan Solosi
Bagi penulis yang juga memproduksi barang kerajinan gerabah sangat memahami dan perlu dipahami saat seperti ini. Judulnya adalah krisis financial global, harapannya yang krisis hanya duit-nya saja, namun sector yang kasat mata tidak terlalu lama terkena imbasnya. Krisis ini adalah krisis bersama terutama Negara-negara kelas kakap dunia tentu akan segera memperbaiki sesegera mungkin dengan tata kelola yang lebih baik. Penulis yakin akhir tahun 2009 dan pada 2010 depan kondisi membaik akan terlihat. Seperti falsafah bahwa, tentu tidak selamanya usaha berada pada posisi untung terus, ada kalanya kita buntung, tapi jangan buntung terus menerus, anggab saja ini dinamika berusaha yang perlu dilalui.
Memang pangsa pasar local Indonesia cukup menjanjikan terutama wilayah-wilayah di luar Jawa. Di jawa seperti di Jakarta pasar mebel dan kerajinan telah menjadi sasaran utama, karena wilayah ini dikenal sebagai metropolis yang masyarakatnya selalu ingin bergonta-ganti mode. Namun wilayah di luar Jawa juga tak kalah bagusnya jika di kelola dengan baik. Hanya saja system transportasi antar pulau Negara kita sangat payah. Sebagai contoh untuk pengiriman container ke Australia justru lebih murah dari pada mengirim produk ke Batam atau ke Kalimantan. Belum lagi system transportasi darat kita yang banyak pungli dari preman maupun aparatnya, yang menyebabkan production cost tinggi sehingga pasar-pasar dalam negeri tidak tergarap dengan baik.
Saat ini dunia tourism di Indonesia membaik, terlihat pada hotel occupancy di beberapa titik tourism seperti di Bali terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini menandakan dunia retail dalam negeri khususnya untuk tamu tourism meningkat. Produk-produk cinderamata akan naik daun lagi terutama yang mudah ditenteng sebagai seni bandara. Pada umumnya tamu dari Jepang dan Australia mendominasi tourism di Bali. Datangnya para tamupun menjadi permulaan rutinitas keberadaan embrio baru, sebagai pemain baru dalam bidang bisnis mebel dan seni kerajinan. Mereka generasi baru dengan cara pandang yang baru untuk membuat jaringan bisnis dengan system otak platinum yang mereka miliki. Sebagaimana sering penulis teorikan sebuah perjalanan bisnis ekspor mebel dan kerajinan di Indonesia adalah mata rantai yang tidak terlepas dari dunia pariwisata. Maka sebuah sentra seni kerajinan awalnya adalah penggarapan pada dunia pariwisata. Seorang toris yang datang ke Indonesia adalah seseorang yang pengagumi seni kerajinan mereka akan membeli di wilayah yang mereka temui seperti di Kuta Bali, maka kelompok buyer ini penulis kategorikan sebagai jenis buyer baru tergolong masih “bodoh”. Kemudian akan menjadi buyer yang “pinter” maka ia akan datang ke wilayah Tegalalang Gianyar Bali untuk mencari sumber grosirnya, Kemudian buyer yang “amat pintar” datang ke Yogyakarta, ia mencari sumber langsung dari perajin. Yang terakhir buyer yang “genius” maka ia sudah masuk ke wilayah yang lebih mendalam seperti Serenan, Jepara, Banyumulek, Pundong, dan lain sebagainya. Para buyers yang telah menjadi pekerjaan mereka akan mendatangi even pameran yang diselenggarakan baik di dalam maupun di manca Negara. Bahkan keberadaan orang asing yang mirip buyer atau mungkin investor asing yang ternyata melakukan produksi sendiri juga menjadi salah satu partner yang sekaligus pesaing sebab mereka juga melakukan promosi di dalam negeri.
D. Penutup
Nah kondisi saat ini justru kita anggab sebagai salah satu persoalan yang harus dilalui. Saatnya untuk menciptakan kreatifitas dalam menjalankan usaha mebel dan seni kerajinan. Menata perusahaan efisiensi, meningkatkan system produksi, menciptakan desain-desain yang baik. Sebab dari pengamatan yang penulis lakukan tenyata pembelian masih dilakukan oleh para buyer dengan menitik beratkan pada desain-desain yang diyakini memiliki daya jual yang baik. Daya jual terhadap produk tentu harus diciptakan produk yang sesuai dengan pasar.
Dalam situasi yang demikian, yang penulis lakukan adalah sebaliknya, penulis justru bersemangat untuk menciptakan desain baru sebagai antisipasi pasar yang sedang lesu, penulis juga beberapa hari yang lalu membuka artshop di Tegalalang Ubud Bali, sebagai bagian menjaring pasar. Dan ternyata banyak buyer yang tidak tahu di Yogyakarta ada Kasongan. Nah hidup layaknya cokromanggilingan jangan tetawa jika pas di atas (kenikmatan) dan jangan menagis jika pas di bawah (kesusahan), usahalah tetap di atas terus. Banyak salah mohon maaf , nuwun…..


Penulis:
Nama DR. Timbul Raharjo, M. Hum. Baru 2008 lulus S-3 Program Doktor di Universitas Gadjah Mada, sejak tahun 1993 mengajar di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, pada program studi Seni Kriya Jurusan Kriya. Memiliki Stodio Timboel Keramik yang berada di Kasongan Bantul. Sering bersedia diundang untuk ceramah tentang seni kerajinan maupun desain.
[1]Makalah disampaikan pada acarane Asmindo tentang pasar mebel dan seni kerajinan saat global financial crises, di Hotel Bintang Fajar tanggal 18 Nopember 2008 jam 15.00 WIB.

Tidak ada komentar: